Jumat, 25 November 2011

LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK


PENDAHULUAN



Latar Belakang


         Telur merupakan salah satu hasil ternak yang dihasilkan oleh unggas. Telur memiliki  struktur fisik bagian luar berupa kerabang dan selaput kerabang. Struktur ini berperan melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, sebagai pelindung bagi penetrasi mikroorganisme dari luar dan penghalang bagi penguapan karbondioksida dan air dari dalam. Telur dapat diawetkan dengan cara penggaraman. Pengawetan dengan penggaraman terdiri dari penggaraman kering dan penggaraman basah. Pengawetan dengan penggaraman kering yaitu cara mengawetkan telur untuk diasinkan dengan melakukan pembalutan pada telur tersebut. Telur dibalut dengan serbuk batu bata, abu gosok dan garam halus yang dicampur sedangkan pengawetan dengan penggaraman basah yaitu mengasinkan telur dengan cara merendam telur dalam larutan garam yang ditambah air kapur,  Kedua cara penggaraman ini jelas berbeda kualitasnya.
Bahan pengawet adalah bahan kimia yang berfungsi dapat membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk, baik bakteri, kapang maupun khamir dengan cara menghambat, mencegah, memberhentikan proses pembusukan atau kerusakan komponen lain dari bahan pangan. Curing merupakan suatu sistem pengawetan terpadu yang mengandalkan kekuatan garam sebagai pengawet dengan bantuan kontrol mikroba secara selektif.
Pengawetan dengan fermentasi menggunakan bakteri starter Lactobacillus casei atau menggunakan yakult ditambah dengan susu bubuk.
Bahan pengawet adalah bahan kimia yang berfungsi dapat mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk, baik bakteri, kapang, maupun Khamir, dengan cara mengahmbat, mencegah, memberhentikan proses pembusukan atau kerusakan komponen lain dari bahan pangan.
Curing merupakan suatu sistem pengawetan ternak yang mengandalkan kekuatan garam sebagai pengawet dengan bantuan kontrol mikroba atau fermentasi secara selektif. Kontrol mikroba dapat dilakukan antara lain dengan penambahan bahan kimia seperti nitrat, asam, dan sebagainya. Sedangkan fermentasi adalah fermentasi asam laktat.
Istilah curing digunakan jika sistem tersebut diterapkan terhadap daging dan sejenisnya, sedangkan istilah pikel digunakan jika sistem pengawetan diatas diterapkan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran.
Upaya yang dapat di lakukan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas bahan pangan dapat di lakukan dengan penyimpanan pada suhu rendah, pembekuan cepat di lakukan dalam waktu kurang dari 30 menit dan suhu mencapai -240C – (-400) yang akan terbentuk kristal, sedangkan pada pembekuan lambat akan terbentuk kristal es besar dan kasar.
Dripp merupakan banyaknya air yang keluar dari daging selama penyimpanan dan tidak dapat di ikat/di serap kembali oleh sel-sel jaringan. Semakin besar kristal es yang terbentuk maka semakin banyak air yang tidak mampu di ikat kembali  sel jaringan, dripp banyak mengandung zat makanan terutama zat yang larut dalam air seperti isoleusin, leusin, lysin, methionin, triptophan dan vitamin seperti niasin, riboflavin, thiamin, primidin, asam pantotenat dan asam folat.













Tujuan Dan Manfaat


         Tujuan dari praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini adalah untuk melihat perubahan warna produk, untuk mengetahui daya tahan simpan produk dan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada susu yang difermentasi selama 12-14 jam pada suhu kamar, untuk mengetahui pengawetan alami pada telur, pengawetan dengan penggaraman, curing, pengawetan dengan pembekuan, pengemasan, dan pengawetan dengan pengeringan.
         Manfaat dari praktikum ini adalah yaitu melalui praktikum ini praktikan dapat secara langsung melakukan pengawetan dengan penggaraman, pengemasan, bahan kimia, fermentasi, pembekuan dan dengan pengeringan, sehingga dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan serta ketrampilan bagi praktikan yang dapat diterapkan dimasyarakat khususnya di bidang peternakan.


















TINJAUAN PUSTAKA



Desrosier, WN. (1988). Telur asin adalah salah satu produk olahan yang prinsip proses pembuatannya adalah penggaraman.
Pilliang, (1995).Kerabang telur berfungsi melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, penetrasi mikroorganisme dari luar yang menyebabkan kerusakan dan penghalang penguapan CO2 dan H2O.
Gaman, MP, (1992). Diantara putih telur dan kuning telur dibatasi oleh suatu lapisan yang tipis yang disebut kalaza kuning telur tersimpan di bagian pusat telur, berbentuk hampir seperti bola.
Pilliang, (1995)Umumnya komposisi daging yang mendapat proses curing sangat berbeda dari daging segar.
Lawrie, AR, (1995). Selain daripada kadar garam dari brine dan struktur mikroskopis dari urat-urat daging, ada berbagai faktor lain yang mempengaruhi penetrasi garam selama proses curing
Desrosier, WN, (1998). Penambahan nitrit menghindari ketergantungan pada mikroorganisme untuk membentuknya dari nitrit, tetapi kadarnya harus tidak di atas 0,05%. Dalam hal ini dapat disebutkan bahwa bila semua nitrat ditambahkan selama curing secara tradisional diubah menjadi nitrit, maka kadar nitrit akan meningkat menjadi 0,25%.
Hadiwiyoto, ( 1983). Protein yangs ering digunakan dalam fermentasi bahan pangan terutama susu antara lain Lactobacillus casie, merupakan bakteri baik yang dapat menekan patogen dalam saluran pencernaan.  
Petrucci (1993) mengatakan bahwa bahan kimia nitrit dan nitrat merupakan bahan kimia yang dapat digunakan dalam pengawetan bahan pangan daging maupun bahan pangan lainnya.
Syarif (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya prinsip dari pengawetan bahan pangan dengan bahan kimia yaitu mencegah pertumbuhan mikroba, menghentikan proses-proses pembusukan oleh mikroba pada bahan pangan.
Yuanita (2001) mengatakan bahwa protein yang sering digunakan dalam fermentasi bahan pangan terutama susu antara lain lactobacillus, yang digunakan dalam pembuatan yakult. Dipilihnya laktobacillus ini dikarenakan bakteri tersebut bakteri yang baik karena dapat menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan.
Lawrie, AR. (1995). pH akhir yang tinggi mengubah sifat-sifat penyerapan mioglobin, permukaan daging menjadi lebih merah gelap. Metmioglobin adalah pigmen-pigmen yang tidak disukai dan paling sering terjadi terjadi di permukaan daging, warna kulitnya akan terlihat bisa lebih kurang 60% mioglobin sudah dalam bentuk metmioglobin.
Desrosier, WN. (1988).  Perubahan cita rasa, warna, kehilangan zat gizi dan kehilangan tekstur relatif lebih cepat terjadi diatas suhu 15°F (dibandingkan dengan suhu 0°F/lebih rendah). Makin rendah suhunya makin lambat laju kehilangan asam askorbat, lebih lanjut dengan adanya fluktuasi suhu maka beberapa produk lebih cepat menjadi rusak
Lawrie, AR. (1995). Memperpanjang waktu penyimpanan atau disimpan dalam jangka waktu pendek/sebentar pada suhu tinggi, akan menyebabkan permukaan daging mengering dengan demikian meningkatkan konsentrasi garam dan pembentukan metmioglobin.
Lawrie, AR. (1995). Eksudasi weep atau dripp akan tergantung pada kuantitas cairan yang dibebaskan dari proses yang ada hubungannya dengan protein-protein urat daging.
         Repandi (2003) yang menyatakan bahwa bahan makanan yang di keringkan mempunyai daya simpan yang lebih lama, karena air yang di dalam suatu bahan makanan dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan jika kandungan air rendah maka aktifitas Mo akan terhambat,   pertumbuhan dan perkembangannya akan terhenti  sehingga Mo tersebut tidak dapat merusak bahan makanan yang sudah di keringkan.
         Lawrie(1995), yang menyatakan bahwa pengeringan suatu bahan makanan dengan suhu yang tinggi dan waktu pengeringan yang lama dapat menutunkan aktifitas air (AW).
MATERI DAN METODE



Waktu dan Tempat


         Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini dilaksanakan pada pukul 14.00 WIB. Pada hari Kamis Tanggal 30 April – 28 Mei 2009. di Laboratoium Dasar Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.


Materi


         Adapun alat-alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini adalah pena, buku/kertas, telur ayam ras, piring, minyak goreng, penggorengan, garam halus, kapur sirih, air matang yang telah dingin, amplas, sabut, toples atau ember kecil, serbuk batu bata, abu gosok, larutan teh, daging, kemasan plastik poli etilen, pisau, refrigerator, perekat plastik, susu pasteurisasi, kompor, timbangan, susu segar, sodium nitrat, gula, yakult, timbangan ohaus, daun pisang, oven, bawang putih, ketumbar, gula merah dan asam jawa.


Metode


1.     Pengawetan Alami Pada Telur Dan  Dengan Penggaraman

Pengawetan Pada Telur
         Siapkan 3 (tiga) butir  telur dan bersihkan dari kotoran yang ada pada permukaan kerabang. Masing – masing di beri tanda sesuai dengan perlakuan yaitu: T-1: Biarkan telur dalam keadaan mentah dan utuh. T-2: Pecah telur dan letakkan dalam piring. T-3: Rebus telur sampai masak (10 mnit), kemudian kupas dan letakkan pada piring. T- 4: Goreng telur menjadi mata sapi dan letakkan dalam piring. Letakkan semua perlakuan telur di dalam ruangan dengan suhu dan kelembapan kamar. Lalu amati semua perlakuan tersebut selama 5 hari.

Pembuatan Telur Asin Dengan  Media Cair
         Cuci telur dan gosok dengan sabut, kemudian di lap kain kering. Amplas kerabang telur agar penetrasi garam lebih mudah dan lap dengan kain. Rendam dalam larutan garam (air : garam = 3 :1), dan di tambah sedikit air kapur selama 8-10 hari dalam wadah ember. Lalu rebus sampai masak.

Pembuatan Telur Asin Dengan Cara Kering
         Bersihkan telur yang akan di asinkan, buat larutan the dan campur antara garam halus, serbuk batu bata dan abu gosok, buat adonan tersebut seperti pasta lalu tambah dengan larutan teh, bungkus telur dengan adonan pasta dan simpan 8-10 hari, lalu rebus sampai masak, bandingkan hasilnya.

2.     Curing dan Pengawetan Dengan Fermentasi

Adapun cara kerja yang digunakan yaitu, pada curing siapkan 2 potong daging dengan bobot masing-masing 100 gram kemudian buat larutan yang terdiri dari 7,26 gr garam, 2,70 gr gula, 0,23 gr sodium nitrat dan 45,5 ml air, selanjutnya masukandaging dalam  larutan tersebut, lalu simpan di dalam suhu refrigerator (suhu 4-5°C) selama 7 hari dan amati.
Cara kerja pada pengawetan dengan fermentasi yaitu panaskan 1 liter susu sampai mendidih sambil diaduk sampai 2/3 bagian dari volume awal kemudian tambahkan susu bubuk sebanyak 5% dari berat susu dan dinginkan sampai suhu 45°C lalu letakan susu dalam tiga perlakuan yaitu yang pertama ditambah 2 sendok teh yakult, yang kedua ditambah 3 sendok teh yakult dan yang ketiga ditambah 4 sendok teh yakut sebagai starter selanjutnya masukan ke dalam botol kecil yang tertutup rapat dan letakan pada suhu 25-27°C selama 12-14 jam serta amati perubahan yang terjadi.


3.     Pengawetan Dengan Pembekuan dan Pengemasan.

Pengemasan Pada Produk Ternak
         Siapkan susu segar sebanyak 0,5 lt, pasteurisasi pada suhu 720C selama 15 detik, masukkan susu dalam 4 botol masing-masing berisi 125ml, 2 botol di simpan dalam suhu kamar dan suhu rendah, masing-masing kondisi penyimpanan susu dalam botol di biarkan terbuka dan yang lain di tutup rapat, lalu amati perubahan yang terjadi setiap 8 jam selama 2 hari.

Pengawetan Dengan Pembekuan
         Siapkan karkas ayam dan belah menjadi 2 bagian, masing-masing pisahkan berdasarkan irisan yang meliputi irisan punggung, sayap dada, paha atas dan paha bawah, timbang masing-masing irisan karkas lalu masukkan dalam kemasan plastik, setelah di beri tanda masukkan semua kemasan karkas dalam freezer selama 48 jam, setelah 48 jam cairkan kemasan karkas yang membeku , Irisan bagian kiri  cairkan pada suhu kamar sampai karkas lunak, Irisan bagian kanan cairkan pada refrigerator selama 2 jam dan cairkan pada suhu kamar sampai irisan lunak. Keluarkan irisan karkas dari kemasan plastik dan timbang dan hitung driipnya.  

4.     Pengawetan Dengan Pengeringan

         Daging ayam di pisahkan dari tulang, kulit dan lemak, di cacah di haluskan dengan blender, haluskan semua bumbu, di campur dengan daging ayam dalam blender, buat lapisan sekitar 3-5 mm, adonan dendeng yang sudah siap letakkan di atas daun pisang, keringan dalam oven dengan 2 perlakuan, I : Dengan di keringkan dalam oven selama 36 jam pada suhu 600, II : dendeng di keringkan dalam oven selama 27 jm pada suhu 400 C.

HASIL DAN PEMBAHASAN



1.     Pengawetan Alami Pada Telur Dan Pengawetan Dengan Penggaraman

Pengawetan Alami Pada Telur
         Dalam praktikum ini silakuakn suatu perlakuan terhadap telur. Ada empat perlakuan yang dilaksanakan, dimana telur tersebut diletakan pada suhu kamat. Setelah dilakuakn pengamatan selam 5 hari maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Peubah
Perlakuan
Pengamatan pada hari ke :
1
2
3
4
5
6
7
Bau
T – 1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

T – 2
Normal
amis
amis
busuk
busuk
busuk
Busuk

T – 3
Normal
Agak busuk
Basi
Basi
Basi
busuk
busuk
T – 4
Normal
Normal
Agak Basi
Basi
Basi
Basi
Basi

Warna
T – 1
Coklat
Coklat
Coklat
Coklat
Coklat
Coklat
Coklat

T – 2
Normal
Normal
Yolk tdk kuning
Dibuang
Dibuang
Dibuang
Dibuang
T – 3
Putih
Putih
Putih
Putih kuning
Dibuang
Dibuang
Dibuang
T – 4
Normal
Agak kuning
kecokltan
Dibuang
Dibuang
Dibuang
Dibuang
Viskositas
T – 1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

T – 2
Normal
Encer
Encer
Encer
Dibuang
Dibuang
Dibuang

T – 3
Normal
Tdk normal
Kasar
Dibuang
Dibuang
Dibuang
Dibuang
T – 4
Normal
Agak mengkerut
mengkerut
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar

Dari hasil pengamatan selama 7 hari maka dapat kita lihat bahwa telur dengan perlakuan T-1 yaitu dibiarkandalam keadaan mentah dan utuh lebih tahan lama/ awet dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini karena telur perlakuan T-1 masih memiliki kerabang yang berfungsi untuk melindungi telur dari mikroorganisme penyebab kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pilliang (1995) yang menyatakan bahwa kerabang telur berfungsi melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, penetrasi mikroorganisme dari luar yang menyebabkan kerusakan dan penghalang penguapan CO2 dan H2O
Pengawetan dengan Penggaraman
Setelah dilakuakan perlakuan terhadap telur dengan cara melakukan pengasinan dengan dua cara yaitu basah dan kering selama 10 hari mak diperoleh hasil sebagai berikut :
Penggaraman
Unit telur
Bobot awal (gr)
Bobot akhir (gr)
Penyusutan
Basah
1
71,200
68,546
2,654
2
71,538
70,069
1,469
3
67,948
65,803
2,145
Kering
1
59,200
56,245
2,955
2
60,155
57,542
2,613
3
62,007
59,462
2,545


Pengawetan Dengan Penggaraman
Dalam praktikum ini silakuakn suatu perlakuan terhadap telur. Ada empat perlakuan yang dilaksanakan, dimana telur tersebut diletakan pada suhu kamat. Setelah dilakuakn pengamatan selam 5 hari maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Peubh
Perlkuan
Pengamatan pada hari ke :
1
2
3
4
5
6
7
Bau
T – 1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
T – 2
Normal
amis
amis
busuk
busuk
busuk
Busk

T – 3
Normal
Agak busuk
Basi
Basi
Basi
busuk
busk
T – 4
Normal
Normal
Agak Basi
Basi
Basi
Basi
Basi
Warna
T – 1
Coklat
Coklt
Coklt
Coklt
Coklt
Coklt
Colt

T – 2
Normal
Normal
Yolk tdk kuning
Dibuang
Dibuang
Dibuang
Dibuang
T – 3
Putih
Putih
Putih
Putih kunig
Dibuang
Dibuang
Dibuang


T – 4
Normal
Agak kunng
kecoklatan
Dibuang
Dibuang

Dibuang
Dibung
Viskositas
T – 1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
T – 2
Normal
Encer
Encer
Encer
Dibuang
Dibuang
Dibuang
T – 3
Normal
Tdk normal
Kasar
Dibuang
Dibuang
Dibuang
Dibuang
T – 4
Normal
Agak mengkerut
mengkerut
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar

Dari hasil pengamatan selama 7 hari maka dapat kita lihat bahwa telur dengan perlakuan T-1 yaitu dibiarkandalam keadaan mentah dan utuh lebih tahan lama/ awet dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini karena telur perlakuan T-1 masih memiliki kerabang yang berfungsi untuk melindungi telur dari mikroorganisme penyebab kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pilliang (1995) yang menyatakan bahwa kerabang telur berfungsi melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, penetrasi mikroorganisme dari luar yang menyebabkan kerusakan dan penghalang penguapan CO2 dan H2O.
Setelah dilakuakan perlakuan terhadap telur dengan cara melakukan pengasinan dengan dua cara yaitu basah dan kering selama 10 hari mak diperoleh hasil sebagai berikut :
Penggaraman
Unit telur
Bobot awal (gr)
Bobot akhir (gr)
Penyusutan
Basah
1
71,200
68,546
2,654
2
71,538
70,069
1,469
3
67,948
65,803
2,145
Kering
1
59,200
56,245
2,955
2
60,155
57,542
2,613
3
62,007
59,462
2,545

         Dari hasil praktikum yang di lakukan dapat di ketahui bahwa pada proses penggaraman ini terjadi penyusutan bobot telur pada penggaraman dengan cara basah terdapat telur yang busuk yaitu telur no 2. hal ini di tandai dengan bau yang busuk saat tercium. Telur yang busuk ini di sebabkan karena telur tersebut telah lama (umur telur telah tua/lama).
         Pada saat penggaraman dengan cara kering terdapat 2 butir telur yang busuk yaitu telur no2 dan no3. Saat telur di cuci kerabang telur tampak berubah warna yaitu agak kuning kecoklatan, hal ini di sebabkan karena pengaruh dari busuk the dan serbuk batu bata yang di berikan pada saat pembalutan.

Pengamatan Citsa Rasa
penggaraman
Nilai Hidrolik
Bau
warna
Tekstur
Rasa
Alb
yolk
Alb
yolk
Alb
yolk
Alb
yolk
Basah
Sgt suka








Suka



V


V
V
Nertral
V

 V

V
V


 tdk suka

V






Sgt tdk suka








Kering
Sgt suka








Suka





V


Netral








tdk suka
V
V
V
V
V

V
V
Sgt tdk suka









         Dari hasil praktikum pengawetan dengan penggaraman, baik dengan cara basah maupun cara kering, kita juga dapat memperoleh citra rasa yang berbeda. Hal ini di sebabkan karena perlakuan yang di berikan juga berbeda. Telur yang di asinkan dengan penggaraman basah ternyata lebih di sukai dari pada telur yang di asinkan dengan cara kering. Dalam praktikum ini garam sangat berperan untuk proses pengasinan, Hal ini sesuai dengan pendapat Desrosier, WN (1988). Yang menyatakan bahwa telur asin merupakan salah satu produk olahan yang proses pembuatannya adalah penggaraman.           
2.     Curing dan pengawetan dengan fermentasi

Curing
Dari praktikum yang dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel hasil curing (pengawetan dengan bahan kimia):

Perlakuan daging
Perubahan warna pada hari ke
1
2
3
4
5
6
Tanpa nitarat

Diberi nitrat
Merah

kecoklatan
Merah muda

Kecokltan
Merah muda

Agak kehitaman
Merah muda

Hitam
Merah muda

Hitam
Merah muda

Hitam

Pada metode curing ini mikroba dapat dikontrol sehingga kerusakan pada pangan dapat ditekan dengan mencegah pertumbuhan mikroba maka kerusakan pada bahan pangan dapat dikurangi. Hal ini sependapat dengan Syarif (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya prinsip dari pengawetan bahan pangan dengan bahan kimia yaitu mencegah pertumbuhan mikroba, menghentikan proses-proses pembusukan oleh mikroba pada bahan pangan.

Pengawetan dengan Fermentasi

Tabel hasil pengawetan dengan fermentasi
Pengamatan
Perlakuan
YK I
YK II
YK III
Warna
Krem
Krem
Krem menggumpal
Aroma
Asam
Agak sedikit bau
Asam
Kekentalan
Kental
Kental
Kental
Rasa
Hambar
Agak hambar
Sedikit asam
Dalam metode fermentasi ini bakteri yang sering digunakan yaitu bakteri Lactobacillus Sp. Bakteri ini mempunyai peran yang menguntungkan bagi pencernaan. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Yuanta (2001) mengatakan bahwa protein yang sering digunakan dalam fermentasi bahan pangan terutama susu antara lain lactobacillus, yang digunakan dalam pembuatan yakult. Dipilihnya laktobacillus ini dikarenakan bakteri tersebut bakteri yang baik karena dapat menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan.

3.     Pengawetan Dengan Pembekuan Dan Pengawetan Dengan Pengemasan

Pengemasan Dengan Pendinginan

Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Pengamatan
Daging
Pengamatan pada hari ke
1
2
3
4
5
Warna
I
Merah pucat
Merah pucat
Merah pucat
Merah pucat
Coklat pucat
II
Merah tua
Merah tua
Merah tua
Merah hitam
kehitaman
Tekstur
I
Halus
Halus
Halus
Halus
Halus
II
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Konsistensi
I
Halus
Halus
Halus
Halus
Halus
II
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Kadar Air
I
Berair
Berair
Berair
Berair
Banyak air
II
Agak berair
Kering
Kering
Kering
Kering

Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat dan diketahui bahwa daging I yang dimasukan dalam kemasan berupa kantong plastik poli etilen memiliki warna yang pucat tidak seperti daging segar yang berwarna merah tua dengan terstur dan konsistensi halus serta mengandung banyak air sedangkan pada daging II yang dibiarkan terbuka dalam refrigerator memiliki warna merah agak kehitaman, tekstur dan konsistensinya kasar serta dengan kadar airnya kering. Hal ini berarti terjadi perubahan warna, tekstur, konsistensi dan kadar air dari kedua perlakuan tersebut. Perubahan warna yang terjadi karena adanya metmioglobin dan sangat berhubungan dengan pH. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie, RA (1995) yang menyatakan bahwa pH akhir yang tinggi mengubah sifat-sifat penyerapan mioglobin, permukaan daging menjadi lebih merah gelap. Metmioglobin adalah pigmen-pigmen yang tidak disukai dan paling sering terjadi terjadi di permukaan daging, warna kulitnya akan terlihat bisa lebih kurang 60% mioglobin sudah dalam bentuk metmioglobin.
Bila pH daging tinggi maka aktifitas enzim-enzim sitokrom akan lebih besar. Selanjutnya, berhubung protein-protein urta daging cukup jauh diatas isoelektrik-point-nya, maka banyak air dalam urat daging masih berasosiasi dengan protein tersebut dan serat-serat akan secar kuat dibungkus bersama sehingga merupakan halangan untuk proses difusi. Sebagai akibat dari dua faktor ini lapisan oksimioglobin yang merah cerah secara perlahan menjadi sedikit dan terlihat tidak menyenangkan. Daging demikian terlihat gelap karena permukaannya sebegitu jauh tidak akan menyebar cahaya seperti halnya dengan permukaan daging yang lebih terbuka.
Banyak sedikitnya kadar air tergantung dari lamanya penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie, AR (1995) yang menyatakan bahwa Memperpanjang waktu penyimpanan atau disimpan dalam jangka waktu pendek/sebentar pada suhu tinggi, akan menyebabkan permukaan daging mengering dengan demikian meningkatkan konsentrasi garam dan pembentukan metmioglobin.










Pengemasan Pada Produk Ternak

Pengamatan
Waktu (jam)
Bentuk penyimpanan
Hari ke
1
2
Warna
8
Terbuka
Putih kental
Kuning

Tertutup
Putih kental
Kuning
16
Terbuka
Kuning
Kuning

Tertutup
Kuning
Kuning
24
Terbuka
Kuning
Kuning

Tertutup
Kuning
Kuning
Bau
8
Terbuka
Bau susu
Tidak bau

Tertutup
Bau susu
Basi
16
Terbuka
Bau susu
Tidak bau

Tertutup
Bau susu
Basi
24
Terbuka
Bau susu
Tidak bau

Tertutup
Bau susu
Basi
Tekstur
8
Terbuka
Mengental
Halus

Tertutup
Mengental
Kasar
16
Terbuka
Mengental pecah
Halus

Tertutup
Mengental pecah
Kasar
24
Terbuka
Halus
Halus

Tertutup
Kasar
Kasar
Konsistensi
8
Terbuka
Bagus
Sedikit

Tertutup
Banyak
Banyak
16
Terbuka
Sedikit
Sedikit

Tertutup
Banyak
Banyak
24
Terbuka
Sedikit
Sedikit

Tertutup
Banyak
Banyak
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, susu pasteurisasi yang diletakkan pada suhu kamar memiliki warna kuning, yang tertutup bau basi sedangkan yang terbuka tidak bau, tekstur yang tertutup kasar dan yang terbuka halus dan konsistensi yang tertutup banyak/kasar dan yang trebuka sedikit/halus. Pada kedua perlakuan tersebut bila dilihat, keduanya terdapat gumpalan seperti busa yang terapung sehingga tampak cairan putih/agak bening dibagian bawahnya.

Suhu Rendah (Refrigerator)
Pengamatan
Waktu (jam)
Bentuk penyimpanan
Hari ke
1
2
Warna
8
Terbuka
Putih kental
Putih

Tertutup
Putih kental
Putih
16
Terbuka
Putih
Putih

Tertutup
Putih
Putih
24
Terbuka
Putih
Putih

Tertutup
Putih
Putih
Bau
8
Terbuka
Susu
Biasa

Tertutup
Susu
Susu
16
Terbuka
Susu
Biasa

Tertutup
Susu
Susu
24
Terbuka
Biasa
Biasa

Tertutup
Susu
Susu
Tekstur
8
Terbuka
Mengental
Mengental

Tertutup
Mengental
Mengental
16
Terbuka
Mengental
Mengental

Tertutup
Mengental
Mengental
24
Terbuka
Mengental sedikit pecah
Mengental pecah

Tertutup
Sedikit pecah
Mengental pecah
Konsistensi
8
Terbuka
Banyak
Banyak

Tertutup
Sedikit
Sedikit
16
Terbuka
Banyak
Banyak

Tertutup
Sedikit
Sedikit
24
Terbuka
Banyak
Banyak

Tertutup
Sedikit
Sedikit

Pada susu pasteurisasi yang diletakan di suhu rendah/refrigerator untuk yang tertutup memiliki bau susu, berwarna putih, tekstur mengental pecah dan konsistensinya sedikit. Sedangkan yang terbuka berwarna putih, tidak begitu bau, tekstur mengental pecah dan konsistensinya banyak. Dari hal ini dapat dilihat jelas perbedaan, bahwa suhu mempengaruhi keadaan produk/susu pasteurisasi. Pasteurisasi sebagai upaya memperpanjang masa simpan pangan dengan mempergunakan panas untuk mengurangi organisme perusak yang terdapat dalam bahan. Pada umumnya susu pasteurisasi lebih disukai dan digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Gaman, MP (1992) yang menyatakan bahwa proses HTST (High Temperature Short Time) pada susu, dipanaskan pada 71,7°C (161°F) untuk paling sedikit 15 detik dan didingikan dengan segera sampai suhu 10°C (50°F) lebih disukai. Oleh karenanya lebih sering digunakan karena mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap gizi dan flavour susu.










Pengawetan Dengan Pembekuan

Hasil pengamatan dari daging yang diawetkan dengan pembekuan yaitu :
Irisan/bagian karkas ayam
Temperatur thawing
Boot irisan karkas (gr)
% Dripp
Awal
Akhir
Sayap
Suhu kamar
42,074
43,970
4,506
Refrigerator
42,774
44,48
3,988
Punggung (Bag. Atas)
Suhu kamar
170
188,08
10,635
Refrigerator
166,11
169,40
1,980
Punggung (Bag. Bawah)
Suhu kamar
122,6
127,714
4,171
Refrigerator
104,109
106,276
2,081
Paha
Suhu kamar
91,183
93,478
2,517
Refrigerator
118,578
121,254
2,257

Dari hasil pengamatan dapat kita ketahui pebedaan dripp antara bagian/irisan karkas yang satu dengan yang lain. Perbedaan dripp ini tergantung dari tebal atau tipisnya irisan karkas. Bahan yang mengalami dripp merupakan bahan yang mengandung protein-protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie, AR (1995) yang menyatakan bahwa eksudasi weep atau dripp akan tergantung pada kuantitas cairan yang dibebaskan dari proses yang ada hubungannya dengan protein-protein urat daging. Dalam hal ini pengkerutan kisi-kisi dari filamen-filamen yang tipis dan tebal dan tingkat cairan yang dimungkinkan keluar ke bagian luar.

4.     Pengawetan dengan pengeringan

         Hilangnya air dalam dendeng atau bahan makanan lain yang di keringkan akan menyebabkan bahan makanan tersebut mempunyai daya simpan yang lebih lama, sehingga dapat di gunakan pada waktu yang akan datang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Repandi (2003) yang menyatakan bahwa bahan makanan yang di keringkan mempunyai daya simpan yang lebih lama, karena air yang di dalam suatu bahan makanan dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan jika kandungan air rendah maka aktifitas Mo akan terhambat,   pertumbuhan dan perkembangannya akan terhenti  sehingga Mo tersebut tidak dapat merusak bahan makanan yang sudah di keringkan.
         Air yang terdapat dalam bahan makanan dapat menyebabkan kerusakan pada bahan makanan, di sebabkan karena proses perkembangbiakan mo, berkembang biaknya Mo di pengaruhi oleh aktifitas air (AW). AW merupakan jumlah air bebas yang terdapat di dalam bahan makanan yang dapat di gunakan oleh Mo untuk pertumbuhanya. Jika AW di perkecil atau di hilangkan maka bahan makanan tersebut akan lebih awet dan mempunyai daya simpan yang lebih lama, AW dapat di perkecil dengan cara pemanasan atau pengeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lawrie(1995), yang menyatakan bahwa pengeringan suatu bahan makanan dengan suhu yang tinggi dan waktu pengeringan yang lama dapat menutunkan aktifitas air (AW).
         Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang lama dapat menghilangkan kadar air di dalam bahan makanan, pengeringan dapat di lakukan dengan cara memasukkan ke dalam oven atau menggunakan sinar matahari. Cepat atau lambatnya pengeringan dapat di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu kandungan air dalam bahan makanan, ketebalan atau ruas permukaan, dan tempelatur yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan  Purnomo (1999) yang menyatakan bahwa pengeringan dapat di percepat dengan tempelatur yang tinggi dan memperkecil luas permukaan atau menipiskan bahan yang akan di keringkan.














KESIMPULAN DAN SARAN



Kesimpulan


         Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa bahan pangan berupa hasil ternak baik itu susu, daging maupun telur perlu diperhatikan dalam pengolahannya, pengawetannya maupun dalam penyimpanannya sebab akan mempengaruhi kualitas dari bahan pangan tersebut.

Saran

         Dalam praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini hendaknya praktikan dapat mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Perlakuan dan pengamatan terhadap bahan pangan hendaknya dilakukan dengan teliti, baik dan benar agar dapat memperoleh hasil yang akurat















DAFTAR PUSTAKA



Desrosier, WN. 1988. Teknologi Pengawetan pangan. Universitas Indonesia. Jakarta

Gaman, MP. 1992. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan. Liberty. Yogyakarta
Lawrie, AR. 1995. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta
Petrucci. 1993. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta
Pilliang, GW. 1995. Pengelolaan Hasil Ternak. IPB. Bandung
Purnomo. 1999. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta
Repandi. 2003. Pengolahan Hasil Ternak. Agromedia Pustaka. Jakarta
Syarif. 2005. Teknologi Penyimpanan Daging. 18 Mei 2009 http/www.google.com

Yuanita, T. 2001. Penyimpanan Pengolahan dan Pengawetan Produk Ternak. 8 Mei 2009. http/www.google.com













LAMPIRAN
Pengemasan Produk Ternak
Suhu Kamar

Sayap         % dripp = 43,970 – 42,074   x 100%
                               42,074
                            = 4,506 %

Punggung (atas)           % dripp = 188,08 – 170   x 100%
                                                170
                                       =  10,635%

Punggung (bawah)                % dripp = 127,714 – 122,6  x 100%
                                                            122,6
                                                =  4,171%

Paha          % dripp = 93,478 – 91,183  x 100%
                              91,183
                          = 2,517%

Suhu Rendah (Refrigerator)

Sayap         % dripp = 44,48 – 42,774   x 100%
                               42,774
                            = 3,988 %

Punggung (atas)           % dripp = 169,40 – 166,11   x 100%
                                                166,11
                                       =  1,980%


Punggung (bawah)                % dripp = 106,276 – 104,109 x 100%
                                                            104,109
                                                =  2,081%

Paha          % dripp = 121,254 – 11,578  x 100%
                              11,578
                          = 2,257%

Pengawetan Dengan Pengeringan
Kadar air Bahan  =  100 (W 1 – W 2)
                        (W 2 – W )

60°C              kadar air bahan = 100 (14,831 – 14,796)
                                           (14,796-14,656)
                                    = 25 %
40°C                  kadar air bahan  =  100 (14,850 – 14,820)
                                                 (14,820-14,654)
                                         =  18,072 %